Jumat, 15 Januari 2010

Apa yang dimaksud dengan arcitificial lift?


Artificial lift adalah metode yang digunakan untuk mengangkat hidrokarbon, umumnya minyak bumi, dari dalam sumur ke atas permukaan. Ini biasanya dikarenakan tekanan reservoir tidak cukup tinggi untuk mendorong fluida sampai ke atas ataupun tidak ekonomis jika mengalir secara alamiah.

Artificial lift umumnya terdiri dari 5 macam yang digolongkan menurut jenis peralatannya.

1. Gas Lifting, menginjeksika gas (umumnya gas alam) ke dalam kolom minyak di dalam sumur sehingga berat minyak menjadi lebih ringan dan lebih mampu mengalir ke permukaan.

2. Sucker Rod Pumping, menggunakan pompa electric-mechanical yang dipasang dipermukaan. Dengan menggunakan prinsip katub searah, pompa ini akan mengangkat fluida formasi ke permukaan. Karena pergerakaannya naik turun seperti mengangguk, pompa ini dikenal dengans ebutan pompa angguk.

3. Subsurface Electrical Pumping, menggunakan pompa sentrifugal bertingkat yang digerakkan oleh moto listrik dan dipasang jauh di dalam sumur.

4. Jet Pump, Fluida dipompakan ke dalam sumur dengan tekanan yang tinggi lalu disemprotkan lewat nozzle ke dalam kolom minyak. Melewati lubang nozzle, fluida ini aka bertambah kecepatan dan energy kinetiknya sehingga mampu mendorong minyak sampai permukaan.

5. Progressive Cavity Pump, pompa dipasang di dalam sumur, tetapi motor dipasang di permukaan. Keduanya dihubungkan dengan batang baja yang disebut dengan sucker rod.
http://search.conduit.com/Results.aspx?q=+arcitificial+lift&hl=en&SearchSourceOrigin=2&gil=en-US&SelfSearch=1&ctid=CT2369362&octid=CT2369362

Pertamina Hulu


Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh PERTAMINA Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri. Untuk mendukung kegiatan intinya, PERTAMINA Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak dan gas.

[sunting] PT. Pertamina EP

Sebagai tindak lanjut dari UU Migas No. 22 tahun 2001, pada tanggal 13 September 2005 dibentuk PT. Pertamina EP yang merupakan anak perusahaan PT PERTAMINA (PERSERO) yang bergerak di sektor hulu minyak dan gas untuk mengelola Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) PERTAMINA kecuali untuk Blok Cepu dan Blok Randu Gunting.

Kegiatan eksplorasi ditujukan untuk mendapatkan penemuan cadangan migas baru sebagai pengganti hidrokarbon yang telah diproduksikan. Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar kesinambungan produksi migas dapat terus dipertahankan.

Pengusahaan minyak dan gas melalui operasi sendiri dilakukan di 7 (tujuh) Daerah Operasi Hulu (DOH). Ketujuh daerah operasi tersebut adalah DOH Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sumatra Bagian Utara yang berpusat di Rantau, DOH Sumatra Bagian Tengah berpusat di Jambi, DOH Sumatra Bagian Selatan berpusat di Prabumulih, DOH Jawa Bagian Barat berpusat di Cirebon, DOH Jawa Bagian Timur berpusat di Cepu, DOH Kalimantan berpusat di Balikpapan, dan DOH Papua berpusat di Sorong.

[sunting] Perusahaan patungan

Aktivitas eksplorasi dan produksi dilakukan melalui operasi sendiri dan konsep kemitraan dengan pihak ketiga. Pola kemitraan dalam bidang minyak dan gas berupa JOB-EOR (Joint Operating Body for Enhanced Oil Recovery), JOB-PSC (Joint Operating Body for Production Sharing Contract), TAC (Technical Assistance Contract), BOB (Badan Operasi Bersama), penyertaan berupa IP (Indonesian Participation) dan PPI (Pertamina Participating Interest), serta proyek pinjaman; sedangkan pengusahaan panasbumi berbentuk JOC (Joint Operating Contract).

Sampai akhir tahun 2004 jumlah kontrak pengusahaan migas bersama dengan mitra sebanyak 92 kontrak yang terdiri dari 6 JOB-ER, 15 JOB-PSC, 44 TAC, 27 IP/PPI (termasuk BOB-CPP) dan 5 proyek loan. Sedangkan untuk bidang panas bumi terdapat 8 JOC.

Saat ini DOH yang dulu digabung menjadi 3 region, yaitu Region Sumatera berusat di Prabumulih: Region Jawa di Cirebon dan Region KTI (Kawasan Timur Indonesia) dengan pusatnya di Balikpapan.

[sunting] Panas bumi

Pengusahaan bidang panas bumi dilakukan di 3 (tiga) area panas bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 162 MW. Ketiga Area Panas Bumi tersebut adalah Area Sibayak (2 MW) di Sumatra Utara, Kamojang (140 MW) di Jawa Barat dan Lahendong (20 MW) di Sulawesi Utara.

[sunting] Pengembangan usaha

Dalam hal pengembangan usaha, Pertamina telah mulai mengembangkan usahanya baik di dalam dan luar negeri melalui aliansi strategis dengan mitra. Pertamina juga memiliki usaha yang prospektif di bidang jasa pemboran minyak dan gas melalui Pertamina Drilling Service (PDS) yang memiliki 26 unit rig pemboran serta anak perusahaan PT Usayana yang memiliki 7 rig pemboran. Dalam kegiatan transmisi gas, Pertamina memiliki jaringan pipa gas dengan panjang total 3800 km dan 64 stasiun kompresor.


http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=Pertamina+Hilir

Pertamina Hilir


Stasiun pengisian bahan bakar Pertamina

Kegiatan usaha PERTAMINA Hilir meliputi pengolahan, pemasaran & niaga dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik didalam maupun keluar negeri yang berasal dari kilang PERTAMINA maupun impor yang didukung oleh sarana transportasi darat dan laut. Usaha hilir merupakan integrasi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.

Pengolahan

Kilang minyak

Bidang Pengolahan mempunyai 7 unit kilang dengan kapasitas total 1.041,20 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan memproduksi NBBM.

Ketujuh Kilang minyak tersebut terdiri dari :

[sunting] Kilang LNG

Disamping kilang minyak, PERTAMINA Hilir mempunyai kilang LNG di Arun dan di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per tahun.

Beberapa Kilang tersebut juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Mundu.

Kilang Cilacap adalah satu-satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI- 60, HVI — 95, HVI -160 S dan HVI — 650. Produksi lube base ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan kelebihannya diekspor.

[sunting] Produk

  • Fastron adalah minyak lumas mesin kendaraan dengan bahan dasar semi synthetic
  • Prima XP SAE 20W - 50 adalah pelumas produksi Pertamina untuk mesin bensin
  • Mesran Super SAE 20W-50 adalah pelumas mesin bensin
  • Mesrania 2T Super-X adalah pelumas mesin bensin dua langkah yang berpendingin air seperti mesin tempel atau speed boat. Pelumas ini diproduksi oleh Pertamina. Juga cocok untuk penggunaan pada motor tempel yang lebih kecil dan mesin ketam, mesin gergaji, bajaj dan bemo.
  • 2T Enviro merupakan pelumas kendaraan 2 Tak dengan bahan bakar bensin juga pelumas semi sintetis yang dibuat dari bahan dasar pelumas mineral ditambah bahan dasar pelumas sintetis Poly Isobutylene. Direkomendasikan untuk digunakan pada mesin kendaraan 2 Tak berbahan bakar bensin dengan pendingin udara. Kendaraan-kendaran 2 Tak buatan Jepang seperti Kawasaki, Yamaha, Suzuki, Honda dan Vespa, dapat juga digunakan untuk mesin gergaji (chain saw) dan mesin potong rumput.
  • Enduro 4T
  • Meditran
  • Rored

peralatan offshore


TEORI DASAR

Sistem peralatan pemboran lepas pantai pada prinsipnya adalah merupakan perkembangan dari sistem peralatan pemboran darat, maka metode operasi lepas pantai membutuhkan teknologi yang baru dan biaya operasi yang mahal, karena kondisi lingkungan laut berbeda dengan kondisi lingkungan darat.

Peralatan mutlak yang harus ada dalam operasi pemboran lepas pantai adalah sebuah strutur anjungan (platform) sebagai tempat untuk meletakkan peralatan pemboran dan produksi. Berbagai macam anjungan telah dibuat, seperti anjungan permanen (fixed) yang terdiri diatas kaki-kaki beton bertulang. Jenis ini umumnya digunakan pada laut dangkal dan pada lapangan pengembangan sehingga dapat sekaligus menjadi anjungan pemboran dan produksi.

Berbagai hambatan alam yang harus diatasi bagi pengoperasian unit lepas pantai. Hambatan tersebut antara lain : angin, ombak, arus dan badai. Khusus untuk unit terapung yang amat peka terhadap pengaruh kondisi laut, maka menciptakan peralatan khusus, yaitu peralatan peredam gerak oscilsi vertikal akibat ombak dan peralatan pengendalian posisi pada unit terapung. Untuk pengendalian posisi pada unit terapung dikenal dengan mooring system dan sistem pengendalian posisi dinamik . Sedangkan untuk mengatasi gerak vertikal keatas dan kebawah umumnya digunakan Drill String Compensator (DSC).

Operasi pemboran lepas pantai dimulai dari pengembangan teknologi pemboran darat dengan menggunakan casing conduktor yang ditanam atau dibor dan disemen, kemudian meningkat dengan digunakan mud-line suspention system, dan terus meningkat dengan menggunakan riser system. Penggunaan BOP konventional terus dimodifikasi agar mampu beroperasi di bawah air. Kondisi lingkungan laut berpengaruh terhadap pemilihan jenis platform.
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=peralatan+offshore

peralatan penunjang


TEORI DASAR

Fishing job adalah pekerjaan dalam teknik pemboran yang mana pekerjaan ini berhubungan dengan pengambilan kembali alat-alat / potongan-potongan alat ke permukaan. Alat yang jatuh harus secepatnya diambil karena semakin lama semakin sulit diambil karena tertutup cutting atau mud cake dan lainnya. Kerugian dalam pekerjaan ini adalah rig timernya semakin panjang dan ini tentunya akan menambah biaya pemboran.

Kejadian ini tidak jarang terjadi pada operasi pemboran karenanya harus selalu hati-hati dan selalu mengontrol peralatan misalnya bit yang sudah tumpul harus segera diganti dan juga WOB yang tidak terlalu besar yang mengakibatkan drill string patah. Apabila alat ini tidak dapat diambil maka harus diadakan pemboran side tracking dan lubang tidak dapat diteruskan lagi.
Sistem peralatan penunjang lainnya yang penting adalah Kunci-kunci, Casing hanger, serta Fishing tools (alat-alat pemancing)

1.1. KUNCI-KUNCI
Peralatan-peralatan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kunci Wilson (Make Up and Break Out Tongs)
Digunakan pada waktu menyambung/melepas sambungan rangkaian pipa bor, digantung pada menara bor dan bekerja secara mekanis.
2. Power Tongs
Fungsinya sama dengan kunci Wilson, tetapi bekerja secara hidrolis atau elektris.
3. Kunci-kunci dan rantai.
4. Tali henep
Merupakan tali yang digunakan untuk memperkeras/melepas sambungan rangkaian pipa bor. Tali henep ini dililitkan pada cathead.

1.2. CASING HANGER

Bagian casing yang terletak pada ujung atas berfungsi untuk menggantungkan seluruh rangkaian casing yang berada dalam lubang bor, disamping itu juga berfungsi untuk fondasi dari BOP stack.

1.3. FISHING TOOLS

a. Operasi Pemancingan

Operasi pemancingan adalah operasi untuk mengambil benda-benda yang tidak diinginkan dari lubang bor, termasuk potonga-potongan logam kecil, peralatan atau rangkaian bagian pipa bor
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=peralatan+penunjang

Depo Elpiji Pertamina Meledak Pertamina Belum Bisa Kalkulasi Kerugian


Jakarta - PT Pertamina (Persero) belum bisa mengkalkulasi perkiraan kerugian akibat terbakarnya depo elpiji yang meledak di Makassar.

Vice Communication PT Pertamina (Persero) Basuki Trikora Putra mengatakan pihak Pertamina akan segera meneliti kerugian yang diderita akibat kebakaran tersebut.

"Kita masih butuh beberapa waktu untuk meneliti kerugian," ujarnya ketika dihubungi detikFinance, Sabtu (13/6/2009).

Basuki mengatakan pihak Pertamina segera mengusahakan secara maksimal untuk memadamkan api yang berkobar sejak sekitar pukul 09.00 WITA.

"Kebakaran terjadi sejak 09.00 WITA, kita telah dibantu oleh pemadam kebakaran dari Pemkot Makassar," jelasnya.(dnl/djo)
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=Depo+Elpiji+Pertamina+MeledakPertamina+Belum+Bisa+Kalkulasi+Kerugian

Komisaris Pertamina Maizar Rahman : Kilang RU IV Sekarang Sangat Hijau


Pada saat pertama kali rombongan Komisaris Pertamina memasuki area Kilang RU IV, terlintas di benak dewan komisaris betapa berbedanya kilang ini dibandingkan beberapa tahun lalu, kilang RU IV kini terlihat begitu hijau, demikian diungkapkan Maizar Rahman pimpinan rombongan Dewan Komisaris yang berkunjung di RU IV pada saat memberikan sambutannnya di ruang rapat II Head Office (1/6).
Lebih lanjut Maizar menekankan bahwa apabila orang saat muda harus perkasa dan saat tua turun keperkasaannya namun berbeda dengan Kilang RU IV, meskipun umurnya sudah lebih dari 30 tahun namun dituntut keperkasananya terus meningkat mengingat betapa pentingnya peran Kilang RU IV.
Rombongan dewan komisaris yang terdiri dari 6 orang tersebut diterima oleh GM RU IV Chrisna Damayanto dan Tim Manajemen. Acara diawali dengan sambutan selamat datang GM dan dilanjutkan dengan presentasi overview RU IV oleh Manajer Kilang Ardhy NM, dipresentasikan pula mengenai rencana pengembangan Kilang RU IV oleh Dani Prasetyawan dari Pertamina Korporat serta presentasi mengenai Good Coorporate Governance oleh Manajer SPI Daerah IV Sutrisno.
Pada kesempatan ini Dewan Komisaris banyak memberikan masukan kepada RU IV terkait dengan kinerja dan rencana pengembangan kilang. Maizar menyampaikan bahwa dalam berbagai kesempatan Komisaris selalu menyempatkan untuk berkunjung ke seluruh unit operasi Pertamina, hal ini terkait dengan kebijakan-kebijakan yang akan diambil karena menurutnya gambar seribu kali lebih bagus dari sekedar kata-kata, melihat seribu kali lebih bagus dari gambar dan melihat dengan berdialog seribu kali lebih bagus dari hanya sekedar melihat saja.
Setelah diskusi usai Dewan Komisaris berkenan melihat secara langsung Kilang RU IV didampingi GM dan tim manajemen sekaligus mengakhiri kunjungan di RU IV. (a/s)
http://www.google.co.id/search?gbv=2&hl=id&q=Komisaris Pertamina Maizar Rahman %3A Kilang RU IV Sekarang Sangat Hijau&ie=UTF-8&sa=N&tab=iw&

Depo Pertamina Makassar Kebakaran


Kebakaran depo Pertamina di Makassar, Sulawesi Selatan.Liputan6.com, Makassar: Depo Pertamina di Makassar, Sulawesi Selatan, meledak dan terbakar pada Sabtu (13/6) pukul 09.00 waktu setempat. Tak hanya depo, sebuah mobil tangki yang berada di sekitar depo tersebut pun ikut terbakar. Hingga siang ini sekitar 50 unit pemadam kebakaran dari Pemkot Makassar, Pertamina, serta TNI Angkatan Laut masih terus melakukan pemadaman.

Penyebab meledaknya depo Pertamina hingga kini belum diketahui secara pasti. Dugaan sementara sumber ledakan berawal dari proses pengisian tabung gas.

Akibat kejadian tersebut, pelayanan bahan bakar minyak dan gas ke wilayah Sulawesi terhenti sementara. Kerugian yang diderita Pertamina ditaksir miliaran rupiah. Warga yang tinggal di dekat depo juga ikut panik. Mereka segera keluar rumah dan menyelamatkan barang-barang

pertamina incar blog migas ke manca negara


Jakarta ( Berita ) : PT Pertamina (Persero) saat ini gencar melakukan pengembangan blok minyak dan gas bumi hingga ke mancanegara guna menambah cadangan maupun produksi migasnya.

“Untuk menambah cadangan dan produksi, Pertamina berupaya untuk mendapatkan lahan-lahan produksi baru, baik di dalam maupun di luar negeri. Usaha ini kami lakukan melalui kerjasama dengan perusahaan migas dari luar negeri”, kata Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Kamis [11/06] . Di dalam negeri, jelas Karen, kerjasama dengan perusahaan migas nasional luar negeri dilakukan dengan cara mengikuti lelang.

Disamping itu, lanjut dia, kerjasama juga dilakukan melalui studi bersama, tukar guling aset, maupun akuisisi wilayah kerja di beberapa aset yang akan dijual oleh pihak ketiga.

“Sementara di luar negeri, kerjasama dengan beberapa perusahaan migas nasional dilakukan melalui beberapa model yang saling menguntungkan”, jelas Karen.

Ia mengatakan saat ini Pertamina bersama dengan salah satu perusahaan migas nasional asing sedang mengikuti tender blok produksi di Irak. Sementara di Lybia dan Aljazair, Pertamina juga sedang menjajaki kerjasama dengan BUMN Migas setempat untuk diperbolehkan mengelola blok migas di sana.

“Dengan BUMN Migas Lybia dan Aljazair, Sonatrach, kita sedang melakukan pendekatan untuk masuk ke wilayah migas masing-masing”, ungkap Karen. Untuk menambah lapangan baru juga diupayakan melalui akuisisi.

Misalnya, terang Karen, sedang dilakukan upaya akuisisi lahan baru di Libya, Qatar, Malaysia, Vietnam bersama Quad, dan di Australia bersama Woodside.

Selain itu, hal sama juga sedang dilakukan di Venezuela dengan PDVSA, di Brazil dengan Petrobras, di Mexico dengan Pemex, dan di China dengan Sinopec. “Keseluruhan itu masih dalam proses penilaian dan negosiasi”, imbuh dia.

Karen menghitung, dalam upaya mengembangkan blok baru tersebut, saat ini Pertamina telah memiliki 22 aset di dalam negeri dan 6 aset di luar negeri. Selain itu, ada 11 proyek baik di dalam maupun di luar negeri yang masih dalam tahap penilaian, serta 6 proyek yang masuk tahap studi data.

Frederick Siahaan, Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) mengaku siap dalam hal pendanaan guna mewujudkan rencana ekspansi ini. “Pertamina sudah mempersiapkan biaya modal khusus untuk mendanai penambahan blok migas baru sebesar 3,2 trilyun rupiah. Dana ini akan kami pergunakan hanya untuk tahun 2009 saja”, ungkap Frederick. ( ant )

http://beritasore.com/2009/06/11/pertamina-incar-blok-migas-hingga-ke-mancanegara/

Casing shoe


From Wikipedia, the free encyclopedia



In oil drilling and borehole mining, a casing shoe or guide shoe is a bull-nose shaped device which is attached to the bottom of the casing string. A casing hanger, which allows the casing to be suspended from the wellhead, is attached to the top of the casing.[1]

MENGEBOR TANPA CASING (?) / LALAI MEMASANG CASING (?)


Istilah “mengebor tanpa casing” atau “lalai memasang casing” – sehingga mengakibatkan kejadian munculnya lumpur dalam skala massif ke permukaan – yang dijadikan argumen dari tuduhan banyak pihak (termasuk kepolisian) terhadap Lapindo merupakan istilah yang membingungkan. Karena sebenarnya yang terjadi adalah: dalam mengebor sumur Banjar-Panji-1 Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 feet, casing 20 inchi pada 1195 feet, casing (liner) 16 inchi pada 2385 feet dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 feet (Bahan presentasi Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Nah, ketika mereka mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 feet sampai ke 9297 feet, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang précis di kedalaman batas antara Formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung, yang dalam hal ini ternyata ketemunya di kedalaman 9297 feet tersebut. Dalam teknik pengeboran lapisan bumi, tentunya kita tidak mengebor lapisan baru dengan memasang casing menembus lapisan terlebih dulu, tapi setelah menembus/membuka lapisan baru tersebut menjadi lubang – barulah kita turunkan casing untuk menahan lubang supaya tidak runtuh, dan supaya dapat digunakan dalam proses eksplorasi selanjutnya (testing, produksi dsb).

Ada juga argumen yang dipicu oleh bocornya surat internal partner (Medco) ke media massa (Kompas, 14 Juni 2006) yang menyebutkan bahwa pada 18 Mei 2006, Medco sudah mengingatkan Lapindo sebagai operator untuk konsisten pada program, yaitu memasang casing 9-5/8 inchi di kedalaman 8500 feet. Maksudnya mungkin setelah memasang casing untuk melindungi lubang dari 3580 s/d 8500 feet itu, maka diperkirakan operasi pemboran akan aman di kedalaman-kedalaman berikutnya. Belum tentu juga! Pada saat itu mereka belum mengetahui sampai berapa dalam lagi mereka harus mengebor dalam kondisi tekanan tinggi (over-pressure) sehinga mencapai puncak Formasi Kujung yang relatif tekanannya lebih rendah dari Formasi Kalibeng yang sedang mereka tembus di kedalaman 8000-9000an feet tersebut. Yang menarik lagi dari argumen-argumen yang mendasari surat yang ”bocor” tersebut adalah:

  1. Sebenarnya bagaimana bunyi program casing 9-5/8 yang tertulis dalam buku program pemboran Banjar-Panji-1?
    1. Kalau bunyinya: “Pasang casing di kedalaman +/- 8500 feet atau apabila telah menembus puncak dari Formasi Kujung; tergantung dari mana yang dicapai terlebih dulu” maka dalam hal kedalaman 8500 feet telah dicapai tapi belum menyentuh puncak dari Formasi Kujung, seharusnyalah pemboran dihentikan untuk evaluasi dalam rangka memasang casing.
    2. Tetapi kalau bunyinya: “Pasang casing di puncak Formasi Kujung yang diperkirakan pada kedalaman +/-8500 feet”, maka pemasangan casing pada kedalaman 8500 feet bukan sesuatu yang mandatory (harus dilakukan) tetapi hanya perkiraan saja; sementara tujuan utamanya adalah memasang casing di puncak Formasi Kujung yang dalam hal ini ditembus pada kedalaman 9297 feet (pada saat terjadi loss-circulation atau terhisapnya lumpur ke dalam lubang pemboran karena diasumsikan sudah memasuki Formasi Kujung yang sangat berongga).
  2. Menurut informasi internal dari Lapindo bahwa sebenarnyalah mereka berhenti mengebor pada kedalaman +/- 8700 feet, yaitu setelah menembus 8500 feet tapi belum juga mendapatkan puncak Formasi Kujung (informasi ini harus dicek kebenarannya dengan melihat Daily Drilling Report). Dalam operasi pemboran, diperlukan “rat-hole” (lubang tambahan di bawah target penghentian pemboran) untuk mendapatkan informasi lengkap dari kedalaman target yang bisa di-cover oleh panjangnya alat logging (perekam sifat lapisan batuan di lubang pemboran). Dalam hal ini rat-hole tersebut panjangnya 200 feet dibawah 8500 feet. Data keratan batuan (cuttings) dari kedalaman +/- 6100 feet sampai 8700 feet semuanya menunjukkan bahwa sumur Banjar-Panji-1 menembus lapisan batupasir pada interval tersebut. Demikian juga info yang didapat dari alat perekam lapisan batuan (logging) juga menunjukkan hal yang sama (open hole log ini-pun harus di-cek kebenaran interpretasinya)
  3. Karena ternyata masih belum menembus puncak Formasi Kujung (dibuktikan dengan terus menerus munculnya lapisan batupasir s/d kedalaman 8700 feet), dan karena masih berada pada interval batupasir (yang secara prosedur teknis keselamatan pemboran TIDAK COCOK UNTUK DIPASANGI CASING-SHOE karena kekuatannya terhadap tekanan akan sangat lemah dibandingkan dengan batulempung), dan juga belajar dari pengalaman pemboran Porong-1 yang memasang casing 9-5/8” masih di interval overpressure Kalibeng – menyisakan puluhan feet overpressure Kalibeng Clay untuk dibor lagi sebelum tembus Formasi Kujung – dan setelah itu mengalami “loss” dan “kick” berulang-ulang ketika sudah menembus Kujung (sehingga harus merelakan sumur Porong-1 sebagai sumur gagal: disemen “plug” dan ditinggalkan), maka keputusan untuk tidak memasang casing 9-5/8” di 8500 feet merupakan keputusan yang SANGAT RASIONAL, TEKNIKAL, DAN AMAN (SAFE) pada waktu itu.
  4. Tentu saja keputusan untuk meneruskan pemboran tanpa memasang casing 9-5/8” terlebih dulu (setelah run logging pada 8700-an feet) harus didasarkan pada prasayat (asumsi) bahwa:
    1. Seluruh rangkaian casing dangkal sampai intermediate (30”, 20”, 16”, dan 13-3/8”) telah terpasang dan TERSEMENKAN dengan sempurna, sehingga kalau terjadi tendangan (kick) dari daerah lubang terbuka di bawah casing-casing tersebut, maka rangkaian casing tidak akan goyang, rusak, atau bahkan jebol. Perlu dicatat bahwa pada waktu mengebor Porong-1, Huffco Brantas juga mengalami loss & kick yang dapat diatasi di permukaan dan tidak menyebabkan retakan di bawah permukaan (underground blow-out) karena casing-casing dangkal & intermediate-nya terpasang sempurna.
    2. Kekuatan menahan tekanan pada sepatu casing (casing-shoe) yang terdalam (yaitu 13-3/8” pada 3580 feet) – yang diukur dari proses Leak-Off Test (LOT) sebelum mengebor lebih dalam dari 3580 feet – benar-benar seperti yang dituliskan dalam laporan pemboran, yaitu: 16.4 ppg EMW, dan maksimum berat lumpur yang dipakai dalam pemboran berikutnya sampai kedalaman maksimum 9580 feet tidak melebih 15.4 ppg (dengan menghitung ECD tambahan 1 ppg).
  5. Prasyarat (asumsi) butir 4-a merupakan prasyarat mutlak yang harus diyakinkan pada waktu selesai logging pada 8700 feet dan memutuskan untuk terus mengebor sampai ketemu puncak Formasi Kujung. Apabila pada waktu itu (bahkan pada waktu di awal-awal pengeboran interval 3580-8700 feet) proses evaluasi kekuatan casing-casing yang sudah terpasang tidak dilakukan atau dilakukan dengan seadanya atau dilakukan tanpa mempertimbangkan lebih lanjut tentang factor keamanan-nya lebih rinci, maka hal ini patut disayangkan. Pada kenyataannya terjadinya under-ground blow-out mengindikasikan bahwa casing 13-3/8” telah rusak dan bahkan “menjepit” pipa pada waktu mereka memutuskan untuk mencabut rangkaian pipa secara keseluruhan (Lihat Bahan presentasi Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Apabila pada saat itu telah diyakini (dan diketahui) bahwa kondisi casing yang telah terpasang TIDAK AMAN, maka selayaknyalah pengeboran dihentikan saja dan dicarikan rekayasa untuk memperbaiki kondisi casing yang tidak aman tersebut, …. sampai aman,.. baru diteruskan pemborannya. Tetapi apabila kondisi casing yang tidak aman tersebut TIDAK BISA DIAKALI (tidak bisa dikoreksi), maka pilihan terburuknya adalah menge-“plug” lubang dengan semen, merancang ulang disain casing dan mengimplementasikannya di casing-casing dangkal, baik dengan meneruskan pemboran di lubang yang lama, maupun side-track, ataupun… membuat lubang baru.
  6. Prasyarat (asumsi) butir 4-b merupakan prasyarat yang harus diikuti pada waktu sudah memutuskan untuk mengebor lanjut dari 8700 feet-an sampai ketemu dengan puncak Formasi Kujung. Apabila sampai kedalaman 9580 feet dan berat lumpur sudah 15.4 ppg tetapi tetap belum menembus Formasi Kujung (karena prediksi dari seismic meleset), maka mau tidak mau pengeboran harus dihentikan. Selanjutnya: plug dengan semen, mau tinggalkan sumur atau side-track (tentunya setelah evaluasi seismic lagi) terserah kepada operator, tergantung seberapa kuat secara ekonomis Lapindo berani beresiko lagi dengan ketidakpastian interpretasi tsb).
  7. Yang terjadi ternyata: pada 9297 feet matabor menembus formasi yang menyebabkan LOSS CIRCULATION (dengan berat lumpur 14.7ppg??), yang besar kemungkinan itulah puncak dari Formasi Kujung yang ditunggu-tunggu. Prosedur yang dilakukan pada waktu itu adalah mengatasi loss dengan LCM, membuatnya menjadi static, kemudian mencabut rangkaian untuk diganti dengan Open-ended Drill-pipe dalam rangka menyemen-plug zona loss Kujung tersebut. Barulah setelah zona loss ditutup semen, maka casing 9-5/8” akan dipasang précis di puncak Formasi Kujung tsb. NOTHING WRONG dengan rencana tersebut. Malah memang sebenarnya itulah yang harus dilakukan.
  8. Tetapi dalam proses mengimplementasikan rencana tersebut terjadilah hal-hal dibawah ini:
    1. Tendangan (kick) pada waktu matabor sdh diangkat pada kedalaman 4241 feet (masih di open-hole). è Ini kemungkinan disebabkan oleh kecepatan POOH yang terlalu cepat (effek swabbing), atau pada saat akan mencabut, hi-vis pill tidak cukup berat menahan tekanan formasi (dari sepanjang interval 4241-9297 yang terbuka tersebut)
    2. Tendangan dapat diatasi dengan menutup BOP, menyalurkan ke diverter yang keluar berupa gas H2S dan air. Ini juga OK, sesuai dengan prosedur. Hanya saja setelah itu dihitunglah killing mud berdasarkan info SIDP dan SICP yang kemungkinan hasil perhitungannya dan juga “the real” killing mud yang dimasukkan beratnya melebihi kekuatan daya dukung casing shoe di 3580 feet,.. sehingga menyebabkan retakan di sekitar casing shoe, goyangnya casing 13-3/8” (mungkin semennya kurang =è musti diteliti juga) yang terus merembet ke atas, akhirnya muncul ke permukaan membawa lumpur dari Kalibeng Clay (2000-6000 feet). Harap dicatat: letak casing shoe 13-3/8” ada di tengah-atas dari interval Lempung Kalibeng ini, sehingga material-material inilah yang akhirnya terbawa ke permukaan.
    3. Menganggap bahwa kick sudah bisa diatasi, maka usaha pencabutan rangkaian pemboran diteruskan. Tetapi yang terjadi: STUCK di dalam casing. Hal ini ada 2 kemungkinan penyebabnya: “pack-off” dari cutting, material batuan yang ikut terbawa ke atas pada waktu kick telah membuat casing menjadi “choked-off” sehingga menyempit, atau terjadi CASING COLLAPSE, yaitu casingnya mengkerut di titik terjadinya stuck karena ada tendangan tekanan dari samping yang tidak dapat ditahan karena semennya tidak bagus. Manakah diantara keduanya yang benar: SNUBBING UNIT akan menjawabnya. Jika snubbing unit dapat melewati titik jepitan hanya dengan “washing” the hole maka berarti telah terjadi “pack-off” tapi bila snubbing unit tidak bias melewatinya, berarti casingnya memang telah mengkerut.

Dari uraian diatas, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa permasalahannya bukan karena tidak memasang casing 9-5/8” di 8500 feet. Tapi karena masalah-masalah lain. Tentunya Tim Investigasi-lah (Pak Rudi Rubiandini dkk) yang nantinya dapat menjelaskan secara rinci kepada kita semua apa sebenarnya masalah yang terjadi. Merekalah yang punya previllege melihat dan menelisik data-data yang ada. Kita hanya dapat mengamati dari kejauhan sambil mencoba menganalisis dari info-info berseliweran yang keabsahannya belum tentu benar. Hanya saja, kalau menggunakan logika-logika operasional pemboran secara umum, maka hal-hal seperti diataslah yang dapat kita sumbangkan kepada anda semua. Belum tentu benar. Harus diTEST , DICEK , DIKRITISI dengan menengok, memeriksa, melihat data2nya langsung.

http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/07/mengebor-tanpa-casing-lalai-memasang-casing/

semburan lumpur sidoarjo tidak mengandung minyak


Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMG) ‘LEMIGAS’ menghasilkan bahwa tidak ditemukan kandungan minyak mentah (crude oil) dalam jumlah besar pada lumpur di pusat semburan lumpur yang masih aktif di lokasi semburan lumpur Sidoarjo. Berdasarkan analisa menunjukkan hydrokarbon yang tercampur pada lumpur merupakan ceceran produk olahan dari minyak bumi (minyak pelumas bekas).

Penelitian dan analisa PPPTMG ‘LEMIGAS’ dilakukan sebagai tindak lanjut kejadian tanggal 19 Maret 2009 yang menjadi pemberitaan beberapa media masa yang menyebutkan adanya indikasi semburan minyak bercampur lumpur dan air di lokasi semburan gas Lumpur Sidoarjo. Selain tim dari PPPTMG ‘LEMIGAS’, pada pengambilan percontoh (sampling) pada tanggal 21 hingga 22 Maret 2008, juga dilakukan tim dari Direktorat Jenderal Migas dan Badan Geologi.

Percontoh atau sampling lumpur diambil dari Tanggul Cincin (TC) 45, TC 44.1, TC 42.1. Untuk percontoh minyak dan air diambil dari lokasi TC 46. Pengambilan percontoh lumpur kering dilakukan pada Tanggul Intra Section 16 dan Tanggul PPI 18. Sedang untuk percontoh gas diambil pada lokasi dekat Pabrik Kerupuk Candi, Desa Jatirejo (Tanggul Intra Section 22-23) dan Desa Ketapang (berupa gas bubbles). Semua percontoh (emulsi liquid, air dan gas) dianalisis di Laboratorium ‘LEMIGAS’.

Analisa yang digunakan terdiri dari analisa Total Petroleum Hydrokarbon (TPH), analisa Finger Printing, analisa Komposisi Gas, analisa Isotop Hydrokarbon dan analisa Oil Content. Berdasarkan analisa terhadap percontoh memperlihatkan terdapat live hydrokarbon dalam lumpur. Namun konsentrasi tergolong kecil dan masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Analisa Oil Content dan TPH terhadap percontoh air juga memperlihatkan dibawah ambang batas KLH sehingga aman dialirkan ke badan air.

Sedang analisa terhadap gas yang berasal dari gelembung gas (gas bubble), memperlihatkan bahwa gas tersebut merupakan gas methana yang merupakan hasil dari proses thermogenic dan tidak berbahaya. Gas yang keluar dari bawah permukaan ini berupa gelembung gas dengan tekanan rendah dan langsung tersebar ke udara sehingga konsentrasi gas methana menjadi kecil saat berada di dalam udara bebas.

Terhadap lumpur yang diduga mengandung minyak mentah (crude oil) juga tidak terbukti. Selain kandungan minyaknya sangat kecil, berdasarkan analisa, lumpur tersebut merupakan atau mengandung jenis tanah/lempung. Hal ini juga didukung analisis XRD bahwa lumpur/batuan percontoh mengandung jenis lempung yaitu smectite, kaolinite dan lilite serta sedikit clorite. Adapun kandungan logam berat pada percontoh juga tidak signifikan.

http://hotmudflow.wordpress.com/2009/05/11/semburan-lumpur-sidoarjo-tidak-mengandung-minyak-mentah/

lumpur lapindo harus segera di tangani


Pemerintah ataupun pihak Lapindo harus berhati-hati menyikapi keluarnya minyak dari lumpur Lapindo, Sidoarjo dan sebaiknya mulai memantau kawasan itu.

“Saya yakin Lapindo memiliki orang-orang yang ahli di bidang pertambangan untuk menanganinya. Jangan sampai masyarakat dibiarkan untuk menambang secara sembarangan,” kata Pakar Geologi Agus Guntoro kepada wartawan, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, apabila kegiatan penambangan di daerah semburan itu dilakukan secara sembarangan oleh orang awam, maka minyak tersebut dikhawatirkan akan habis dan saat minyak habis, yang akan keluar adalah gas.

“Jika gas yang keluar tentunya akan sangat membahayakan, sebab bisa meledak,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus mengungkapkan, minyak keluar karena menembus struktur yang besar seperti terlihat dalam seismik.

Zona patahan baru sampai dengan bagian bawahnya. Ketika air yang keluar sudah habis, maka minyaklah yang keluar. Kita harus tetap hati-hati kalau minyak yang keluar,” ujar Agus.

Sementara Guru Besar Geologi ITB, Prof. Dr. Sukendar Asikin mengatakan, pihaknya telah beberapa kali menegaskan bahwa “mud volcano” adalah salah satu indikasi suatu cekungan yang mengandung minyak.

Jadi, katanya, suatu cekungan yang mengandung minyak adalah suatu yang tidak aneh. Karenanya, wajar apabila pihak Lapindo melakukan explorasi di daerah seperti itu.

“Jadi, tidak ada yang membahayakan, bahkan hal itu sangat menguntungkan bagi pihak Lapindo,” katanya.

Dikatakan Sukendar, pihak Lapindo melakukan pengemboran adalah untuk mencari minyak. Akan tetapi, karena adanya bencana alam, maka yang keluar adalah lumpur.

“Sangat jelas bahwa tidak ada yang salah bagi pihak Lapindo dalam melakukan pengemboran. Sebab, ternyata memang benar di daerah itu terdapat minyak.Tapi, karena daerah itu sewaktu-waktu keluar lumpur oleh sebab geologi maka lumpurlah yang keluar. Jadi, sangat jelas bahwa di daerah itu memang daerah minyak,” ujarnya.

Lebih jauh Agus mengatakan, berbagai prospektif dapat terjadi dengan keluarnya kandungan minyak pada semburan lumpur Lapindo.

Keluarnya minyak pada semburan lumpur menurut dia tidak ada kaitannya dengan sumur tetapi jalur patahan.

“Sumur tidak ada konstribusi pada kedalaman 9230 kaki pada perut bumi. Artinya, minyak tidak terdapat dalam interval tersebut, tapi berada pada yang lebih dalam,” ujarnya.

Menurut Agus, dengan kedalaman 9230 kaki pada perut bumi, pemboran tidak pernah menjumpai adanya minyak, baik secara litologi maupun kandungan fluida. Karenanya, dengan keluarnya minyak, maka sangat jelas tidak ada kaitannya dengan sumur.(*)

http://hotmudflow.wordpress.com/2009/03/22/minyak-di-lumpur-lapindo-harus-segera-ditangani/

Kamis, 14 Januari 2010

"Lost" dan "Gain"


Istilah "lost and gain" dalam operasi pengeboran ini sangat lazim dan sangat sering terjadi. Saat ini sudah ada alat yg disebut BOP (BlowOut Preventer), alat ini yang akan digunakan ketika terjadi lost-gain, sebagai katup pengaturnya.
Apabila beratjenis lumpur pemboran memiliki berat yg lebih berat dari tekanan formasi maka akan terjadi masuknya lumpur ke formasi yg porous. Lost merupakan kejadian ketika lumpur masuk ke formasi ini.
Apabila BJ lumpur terlalu kecil, maka lumpur tidak kuat menahan aliran fluida dari pori-pori batuan. Lah, ya saat itu terjadi "gain" atau adanya tambahan fluida yg masuk kedalam lubang sumur. Kalau hal ini tidak teratasi atau terlewat karena proses penyemburannya sangat cepat maka aliran fluida dari batuan didalam tanah ini terjadi terus menerus, Seterusnya fluida akan muncrat keluar melalui lubang sumur dan lubang ditengan pipa pemboran. Ini yang disebut sebagai semburan liar atau "blowout". Yang keluar bisa berupa minyak, gas, ataupun air dan bahkan campuran.Kondisi tekanan masing-masing lapisan di dalam bumi sana itu tidak seragam, juga tidak di setiap tempat sama. Tekanan fluida pada Batugamping (karbonat) di formasi Kujung di BD-Ridge yang memanjang dari lapangan BD ke daerah Porong ini, berbeda dengan Bagtugamping kujung di Laut Jawa. Berbeda pula perilaku dan sebaran tekanannya dengan batugamping di Baturaja Sumatra, berbeda pula dengan yang di Irian. Memang secara mudah semakin dalam,maka tekanannya semakin besar. Namun ada kalanya sebuah lapisan mempunyai tekanan yg rendah atau bahkan bila disetarakan dengan tinggi kolom air memiliki tekanan dibawah berat jenis air. Ketika ada dua zona tekanan yg berbeda inilah pen-design sebuah sumur harus jeli. Harus tahu dimana harus memasang selubung (casing) yang tepat. Pipa selubung (casing) ini berfungsi untuk mengisolasi zona bertekanan tidak normal, sehingga penanganannya lebih mudah tidak menimbulkan komplikasi.
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=%22Lost%22+dan+%22Gain%22

penanggulangan luapan lumpur


Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.

Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.

Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.

Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.

Skenario penghentian semburan lumpur

Ada pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan beberapa skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan sampai tahun 2009 tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah fenomena alam. Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan snubbing unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem peralatan bertenaga hidrolik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat 25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi snubbing unit gagal mendorongnya ke dalam dasar sumur.

Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario kedua ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.

Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.

Ketiga skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug Kuwu di Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan lumpur cair hingga membentuk rawa.

Rudi Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya bisa dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus. Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya lumpur. Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya, sebuah rig (anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan Rp 95 miliar. Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental alat pengeboran biasanya memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya. Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak.

Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisanya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun.

http://sidoarjosaiki.wordpress.com/2009/06/15/aktivitas-penanganan-luapan-lumpur-oleh-pt-minarak-lapindo-terhenti/

Apa itu under groud blowout ?


Peristiwa yg terjadi di Sumur Banjarpanji-1 (BPJ-1) ini sangat memprihatinkan. Siapa saja sangat prihatin bahwa operasi pengeboran dengan niat baik untuk menambah pasokan energi ini mengalami musibah dan berubah menjadi bencana. Saat ini penelitian dilakukan oleh semua ahli di Indonesia, baik ahli kebumian, ahli konstruksi, ahli lingkungan, ahli sosial kemasyarakatan dll. Penelitian ini harus ditujukan sebagai suatu pembelajaran untuk lebih mengetahui apa yg terjadi dan apa yg harus dilakukan. Dan yang lebih penting bahwa penelitian ini bukanlah pengadilan. Bukan mencari salah siapa tetapi lebih banyak mengapa terjadi.

Dahulu ketika awal-awal eksplorasi minyak di bumi ini, kejadian sumur yang muncrat dengan minyak yg menyembur ke atas, merupakan kejadian yg mengasyikan dan tanda-tanda kesuksesan eksplorasi. Pada waktu itu kesadaran keselamatan dan lingkungan belum secanggih saat ini, sehingga ketika terjadi semburan mereka (para explorer) berfoto mengabadikan penemuannya.

Disebelah ini Blow Out yang terjadi ketika memperoleh minyak di lapangan Spindletop tahun 1900. Sumur ini diperkirakan memuncratkan minyak 3 juta galon (lebih dari 12 000 meter kubik) atau sebesar 80 000 (BPH) Barrel oil setiap hari, sebuah angka produksi yg sangat sulit dijumpai saat ini. Bandingkan dengan lapangan minyak di Indonesia saat ini.
Tuh lihat ... mereka berjejer foto. Coba kalau sekarang mereka berfoto begitu ... waddduh pasti GreenPeace an WLHI akan marah-marah

Saat ini peristiwa muncratnya minyak harus dicegah karena alasan keselamatan serta lingkungan. Mulai saat munculnya kesadaran inilah, maka muncratnya minyak (fluida) dari dalam ketika melakukan pengeboran dianggap sebagai musibah atau kecelakaan operasi, karena tidak hanya minyak yg keluar namun juga air dari dalam bumi termasuk material batuan dapat ikut 'mecotot' keluar.

Aliran fluida pengeboran

Dalam kondisi normal, pengeboran dilakukan dengan memasukkan fluida (lumpur pemboran) dari dalam pipa bor sebagai media sirkulasi. Sirkulasi ini diperlukan salah satunya berfungsi untuk menahan tekanan fluida dari dalam tanah. Dalam kondisi normal besarnya tekanan fluida didalam tanah itu sama dengan tekanan tinggi kolom air, masih ingat hukum Pascal, kan ? itu tuh yang rumusnya tekanan sama dengan hasil kali beratjenis x tinggi x gravitasi. Nah kalau tingginya (dalah hal ini kedalaman) diketahui kan kita tahu seberapa besat tekanannya. Tekanan didalam tanah itu bisa saja melebihi tekanan tinggi kolom air sehingga fluida yg dimasukkan harus memiliki berat jenis lebih besar dari BJ air.

http://www.glossary.oilfield.slb.com/Display.cfm?Term=underground%20blowout

Fakta dasar LNG


LNG menawarkan kepadatan energi yang sebanding dengan bahan bakar petrol dan diesel dan menghasilkan polusi yang lebih sedikit, tetapi biaya produksi yang relatif tinggi dan kebutuhan penyimpanannya yang menggunakan tangki cryogenic yang mahal telah mencegah penggunaannya dalam aplikasi komersial.

Kondisi yang dibutuhkan untuk memadatkan gas alam bergantung dari komposisi dari gas itu sendiri, pasar yang akan menerima serta proses yang digunakan, namun umumnya menggunakan suhu sekitar 120 and -170 derajat celsius (methana murni menjadi cair pada suhu -161.6 C) dengan tekanan antara 101 dan 6000 [kilopascal|kPa]] (14.7 and 870 lbf/in²).Gas alam bertakanan tinggi yang telah didapat kemudian diturunkan tekanannya untuk penyimpanan dan pengiriman.

Kepadatan LNG kira-kira 0,41-0,5 kg/L, tergantung suhu, tekanan, dan komposisi. Sebagai perbandingan, air memiliki kepadatan 1,0 kg/L.

LNG berasal dari gas alam yang merupakan campuran dari beberapa gas yang bereda sehingg tidak memililiki nilai panas yang spesifik.Nilai panasnya bergantung pada sumber gas yang digunakan dan proses yang digunakan untuk mencairkan bentuk gasnya. Nilai panas tertinggi LNG berkisar sekitar 24MJ/L pada suhu -164 derajat Celsius dan nilai terendahnya 21ML/L.


Pada 1964 Kerajaan Bersatu dan Prancis adalah pembeli LNG dalam perdagangan LNG pertama dunia dari Aljazair, sebagai saksi dari era baru energi. Karena kebanyakan pabrik LNG terletak di wilayah "terpencil" yang tidak memiliki jalur pipa, biaya perawatan dan transportasi LNG sangat besar sehingga pengembangannya melambat pada setengah abad terakhir.

Pembangunan pabrik LNG menghabiskan biaya AS$1-3 milyar, biaya terminal penerimaan AS$0,5-1 milyar, dan pengangkut LNG AS$0,2-0,3 milyar. Dibandingkan dengan minyak mentah, pasar gas alam kecil namun matang. Pengembangan komersial LNG adalah sebuah gaya yang disebut rantai niai, yang berarti pensuplai LNG awalnya memastikan pembeli bawah dan kemudian menandatanganni kontrak 20-25 tahun dengan isi perjanjian yang ketat dan struktur penghargaan gas.

http://www.fullcompass.com/product/314651.html

teknik sensig


Bumi memiliki permukaan dan variabel yang sangat kompleks. Relief topografi bumi dan komposisi materialnya menggambarkan bebatuan pada mantel bumi dan material lain pada permukaan dan juga menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan. Masing-masing tipe bebatuan, patahan di muka bumi atau pengaruh-pengaruh gerakan kerak bumi serta erosi dan pergeseran-pergeseran muka bumi menunjukkan perjalanan proses hingga membangun muka bumi seperti saat ini. Proses ini dapat difahami melalui disiplin ilmu geo-morfologi.

Eksplorasi sumber daya mineral merupakan salah satu aktifitas pemetaan geologi yang penting. Pemetaan geologi sendiri mencakup identifikasi pembentukan lahan (landform), tipe bebatuan, struktur bebatuan (lipatan dan patahannya) dan gambaran unit geologi. Saat ini hampir seluruh deposit mineral di permukaan dan dekat permukaan bumi telah ditemukan. Karenanya pencarian sekarang dilakukan pada lokasi deposit jauh di bawah permukaan bumi atau pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Metode geo-fisika dengan kemampuan penetrasi ke dalam permukaan bumi secara umum diperlukan dalam memastikan keberadaan deposit ini ?inyak bumi dan gas dalam pembicaraan kita-. Akan tetapi informasi awal tentang kawasan berpotensi untuk eksplorasi mineral lebih banyak dapat diperoleh melalui interpretasi ciri-ciri khusus permukaan bumi pada foto udara atau citra satelit.

Belakangan analisa menggunakan citra satelit lebih banyak dilakukan daripada foto udara, karena citra satelit memiliki beberapa nilai lebih, seperti:

1. mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisa dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh gambaran geologis area tersebut;

2. memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multi-spektral dan bahkan hiper-spektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat keabuan atau Digital Number dalam remote sensing), sehingga memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik material yang diamati;

3. memungkinkan pemanfaatkan berbagai jenis data, seperti data sensor optik dan sensor radar, serta juga kombinasi data lain seperti data elevasi permukaan bumi, data geologi, jenis tanah dan lain-lain, sehingga dapat ditentukan solusi baru dalam menentukan antar-hubungan berbagai sifat dan fenomena pada permukaan bumi.

Tulisan singkat ini akan mengupas bagaimana minyak dan gas bumi tersimpan di perut bumi, bagaimana hubungan lokasi tersimpannya mineral ini dengan struktur bebatuan di dalamnya. Proses rangkaian eksplorasi dijelaskan secara umum. Kemudian untuk menjelaskan potensi teknik remote sensing dalam menemukan lokasi tersebut, akan dijelaskan tentang fungsi pemetaan geologi dan hubungannya dengan pendugaan struktur bebatuan di bawah permukaan bumi, tempat yang memungkinkan ditemukannya minyak dan gas bumi.

Proses Pembentukan

Minyak dan gas dihasilkan dari pembusukan organisma, kebanyakannya tumbuhan laut (terutama ganggang dan tumbuhan sejenis) dan juga binatang kecil seperti ikan, yang terkubur dalam lumpur yang berubah menjadi bebatuan. Proses pemanasan dan tekanan di lapisan-lapisan bumi membantu proses terjadinya minyak dan gas bumi. Cairan dan gas yang membusuk berpindah dari lokasi awal dan terperangkap pada struktur tertentu. Lokasi awalnya sendiri telah mengeras, setelah lumpur itu berubah menjadi bebatuan.

Minyak dan gas berpindah dari lokasi yang lebih dalam menuju bebatuan yang cocok. Tempat ini biasanya berupa bebatuan-pasir yang berporos (berlubang-lubang kecil) atau juga batu kapur dan patahan yang terbentuk dari aktifitas gunung berapi bisa berpeluang menyimpan minyak. Yang paling penting adalah bebatuan tempat tersimpannya minyak ini, paling tidak bagian atasnya, tertutup lapisan bebatuan kedap. Minyak dan gas ini biasanya berada dalam tekanan dan akan keluar ke permukaan bumi, apakah dikarenakan pergerakan alami sebagian lapisan permukaan bumi atau dengan penetrasi pengeboran. Bila tekanan cukup tinggi, maka minyak dan gas akan keluar ke permukaan dengan sendirinya, tetapi jika tekanan tak cukup maka diperlukan pompa untuk mengeluarkannya.

Proses Eksplorasi: Pemetaan Lineaments, Lithologic dan Geo-botanic

Eksplorasi sumber minyak dimulai dengan pencarian karakteristik pada permukaan bumi yang menggambarkan lokasi deposit. Pemetaan kondisi permukaan bumi diawali dengan pemetaan umum (reconnaissance), dan apabila ada indikasi tersimpannya mineral, dimulailah pemetaan detil. Kedua pemetaan ini membutuhkan kerja validasi lapangan, akan tetapi kerja pemetaan ini sering lebih mudah jika dibantu foto udara atau citra satelit. Setelah proses pemetaan, kerja eksplorasi lebih intensif pada metoda-metoda geo-fisika, terutama seismik, yang dapat memetakan konstruksi bawah permukaan bumi secara 3-dimensi untuk menemukan lokasi deposit secara tepat. Kemudian dilakukan uji pengeboran.

Sumbangan teknik remote sensing terutama diberikan pada proses pemetaan, yaitu pemetaan lineaments, jenis bebatuan di permukaan bumi dan jenis tetumbuhan.

Eksplorasi minyak dan gas bumi selalu bergantung pada peta permukaan bumi dan peta jenis-jenis bebatuan serta struktur-struktur yang memberi petunjuk akan kondisi di bawah permukaan bumi dengan yang cocok untuk terjadinya akumulasi minyak dan gas. Remote sensing berpotensi dalam penentuan lokasi deposit mineral ini melalui pemetaan lineaments. Lineaments adalah penampakan garis dalam skala regional sebagai akibat sifat geo-morfologis seperti alur air, lereng, garis pegunungan, dan sifat menonjol lain yang menampak dalam bentuk zona-zona patahan. Dengan menggunakan citra satelit gambaran keruangan alur air misalnya dapat dilihat dalam skala luas, sehingga kemungkinan mencari relasi keruangan untuk lokasi deposit mineral lebih besar.

Pemetaan lineament walaupun dapat dilakukan secara monoskopik (menggunakan satu citra), tetapi akan lebih produktif jika digabungkan dengan pemetaan lithologic atau pemetaan unit-unit bebatuan yang dilakukan secara stereoskopik (yang dapat mendeteksi ketinggian, karena dilakukan pada dua buah citra stereo). Kalangan ahli geologi meyakini bahwa refleksi gelombang elektromagnetik pada kisaran 1,6 sampai 2,2 mikrometer (=10-6 meter) atau pada spektrum pertengahan infra-merah (1,3 ·3,0 mikrometer) sangat cocok untuk eksplorasi mineral dan pemetaan lithologic. Keberhasilan pemetaan ini bergantung pada bentuk topografi dan karakteristik spektral sebagaimana diamati citra satelit. Untuk kawasan yang dipenuhi tumbuhan, mesti dilakukan pendekatan geo-botanic, yaitu pengetahuan tentang hubungan antara jenis tetumbuhan dengan kebutuhan nutrisi serta air pada tanah tempat tumbuhan ini tumbuh. Dengan demikian distribusi tetumbuhan pun dapat menjadi indikator dalam mendeteksi komposisi tanah dan material bebatuan di bawahnya.

Interpretasi citra dalam menemukan garis-garis patahan geologis memang membutuhkan keahlian tersendiri. Jika hanya mengandalkan lineaments, maka beberapa riset menunjukkan cukup banyak perbedaan interpretasi. Karenannya data garis ini dikorelasikan dengan karakteristik lain yang tertangkap sensor remote sensing, yaitu jenis bebatuan, yang merupakan cerminan mineralisasi permukaan bumi. Studi tentang jenis bebatuan dan respon spektral sangat membantu pencarian permukaan di mana deposit mineral tersimpan.

Penutup

Demikian sepintas potensi remote sensing dalam menemukan lokasi deposit minyak bumi dan gas. Potensi ini memuat proses pemetaan lineaments, pemetaan lithologic dan pemetaan sebaran jenis tumbuhan dan hubungannya dengan jenis tanah dan bebatuan di dasarnya (geo-botanic).

Pada kesempatan mendatang akan didiskusikan perkembangan sensor hyper-spectral yang memungkinkan identifikasi bebatuan lebih akurat lagi. Begitu juga aplikasi sensor radar memungkinkan pengenalan bebatuan sampai kedalaman tertentu. Potensi-potensi ini tetap mesti dikaji kehandalannya dengan bantuan interpretasi para ahli geologi.

Adi J. Mustafa, mahasiswa doktoral pada Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), Chiba University, Japan dan peneliti pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Email: adijm@istecs.org
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=teknik+sensig

Drilling liner


Fractures with highly different pore pressure causing
– Downhole Blowouts
– Downhole Kicks
Solution: Run Liner while Drilling
– Kick / Loss Control
– Hole Protected
– Liner at Desired Position
Open Requirements:
– Immediate Cementing Option
(Cement through motor or new method to be designed)

http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=Drilling+liner

Geofisika


Geofisika berasal dari kata geo, yang artinya bumi, dan fisika. Dari akar keilmuannya sendiri, geo berasal dari kata geologi. Jadi, geofisika ialah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Karena perkembangannya yang sangat cepat, batas yang jelas antara geologi, fisika, dan geofisika menjadi semakin kabur. Sebagian orang menganggap geofisika sebagai bagian dari geologi, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian dari ilmu fisika.

Secara klasik urutan penyelidikan geofisika untuk eksplorasi di suatu daerah adalah magnetik, gaya berat, seismik bias dan pantul. Dalam pelaksanaannya urutan penyelidikan demikian sering tidak diikuti, hal itu terdorong oleh beberapa hal diantaranya keterbatasan biaya dan adanya keinginan untuk memperoleh data secepat-cepatnya.
Penelitian geofisika umum bermanfaat untuk mendapatkan gambaran geologi, bisa dalam arti yang luas ataupun dalam arti yang khusus.

Data yang dihasilkan bermanfaat bagi pemeta geologi, geoteknik, dan hidrogeologi.
Dalam arti yang luas berarti masih bersifat umum dan biasanya untuk daerah yang luas, misalnya untuk membedakan batuan sedimen berikut struktur regionalnya. Data demikian bisa didapat dengan metoda seismik atau gaya berat umum. Data khusus misalnya untuk mengetahui penyebaran lapisan batubara tertentu, bisa dibantu untuk mendapatkan indikasinya mempergunakan gaya magnet di tanah, tahanan listrik, seismik pantul.

1. Metoda Gaya Berat (Gravitasi)

Metoda ini untuk mengukur adanya perbedaan kecil medan gaya berat batuan. Perbedaan ini disebabkan karena adanya distribusi massa yang tidak merata di kerak bumi sehingga menimbulkan tidak meratanya distribusi massa jenis batuan.
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=geodisika

Rabu, 13 Januari 2010

Sedimentasi


Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi. Pada saat pengikisan terjadi, air membawa batuan mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai di laut. Pada saat kekuatan pengangkutannya berkurang atau habis, batuan diendapkan di daerah aliran air tadi. Karena itu pengendapan ini bisa terjadi di sungai, danau, dan di laut.

Pengendapan yang terjadi di sungai disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan ini biasanya berupa batu giling, batu geser, pasir, kerikil, dan lumpur yang menutupi dasar sungai. Bahkan endapan sungai ini sangat baik dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau pengaspalan jalan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang bermata pencaharian mencari pasir, kerikil, atau batu hasil endapan itu untuk dijual.

Di danau juga bisa terjadi endapan batuan. Hasil endapan ini biasanya dalam bentuk delta, lapisan batu kerikil, pasir, dan lumpur. Proses pengendapan di danau ini disebut sedimen limnis.

Bagaimana pengendapan terjadi di darat? Misalnya guguk pasir di pantai berasal dari pasir yang terangkat ke udara pada waktu ombak memecah di pantai landai, lalu ditiup angin laut ke arah darat, sehingga membentuk timbunan pasir yang tinggi. Contohnya, guguk pasir sepanjang pantai Barat Belanda yang menjadi tanggul laut negara itu. Di Indonesia guguk pasir yang menyerupai di Belanda bisa ditemukan di pantai Parang Tritis Yogyakarta.

Sungai yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan akhirnya bermuara di laut, sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar. Hasil pengendapan di laut ini disebut sedimen marin. Pengendapan di laut dapat menghasilkan:
1.Delta. Delta terjadi di muara sungai yang lautnya dangkal dan sungainya membawa banyak bahan endapan. Bentuk delta dapat dikelompokkan dalam 4 macam, yaitu:

a.Delta lobben, bentuknya menyerupai kaki burung. Biasanya tumbuh cepat besar, karena sungai membawa banyak bahan endapan. Contohnya delta Missisippi.

b.Delta tumpul, bentuknya seperti busur. Keadaannya cenderung tetap (tidak bertambah besar), misalnya delta Tiger dan Nil.

c.Delta runcing, bentuknya runcing ke atas menyerupai kerucut. Delta ini makin lama makin sempit.

d.Estuaria, yaitu bagian yang rendah dan luas dari mulut sungai.

2.Endapan kapur, yang terdiri dari sisa binatang karang, lokan, atau rangka ikan. Endapan kapur ini biasanya terjadi di laut dangkal.

3.Endapan pasir silikon, dihasilkan dari bangkai plankton yang berangka silikon. Endapan ini terjadi di dasar laut yang dalam.

Batuan endapan yang berasal dari hasil penghancuran itu adakalanya mengalami penyatuan kembali menjadi gumpalan besar karena terikat oleh zat kapur atau oksida silikon. Jika yang diikatnya terdiri dari kerikil runcing, tajam dan menghasilkan bongkahan, maka pengendapan ini disebut breksi. Namun apabila bongkahan itu terdiri dari batu-batu bulat akan menghasilkan konglomerat.
http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=sedimentasi

keuntungan dan kerugian komplesi perforasi


Keuntungan Sistem Komplesi Perforasi :
1.Interval – interval produktif bisa diisolasi satu sama lainnya secara efektif karena itu produksi air atau gas yang tidak diharapkan dapat mudah dikontrol/ dicegah dengan cara pemilihan interval perforasi yang tepat. Demikian juga terhadap pemilihan produksi yang akan dirangsang/stimulate.
2.Bisa untuk pemasangan kemplesi ganda atau banyak.
3.Cocok untuk teknik – teknik penanggulangan pasir seperti interval, gravel pack, sand consolidation.
4.Memungkinkan untuk penentuan kedalaman pipa selubung secara lebih teliti karena pemasangan dilakukan sesudah logging seluruh intrerval productive
5.Bisa menghemat biaya pemasangan pipa selubung produksi apabila tidak jadi dipasang karena sumur harus di “Abandon”, setelah melihat hasil logging yang menunjukkan sumur tidak ekonomis untuk diproduksi.

Kerugian – Kerugian Sistem Komplesi Perforasi :
1.Ada biaya perforasi.
2.Kerusakan formasi bisa terjadi pada saat pengerjaan penyemenan pipa selubung.
3.Adanya pengurangan diameter lubang oleh pipa selubung, sehingga hambatan terhadap aliran bisa terjadi oleh effect perforasi dan akan mengurangi produktifitas sumur.
4.Diperlukan pengerjaan penyemenan yang baik atau effective untuk memastikan penyelesaian zona – zona produksi yang baik.
5.Karena open hole logging tidak bisa diulang maka, diperlukan analisa dan interpretasi logging yang teliti sebelum pipa selubung dipasang.
6.Jika diperlukan pada saat kerja ulang nanti, ingin memperdalam sumur hanya bisa dengan diameter yang kurang dari lubang sebelumnya.

tipe-penyelesaian-sumur-berdasarkan zona produksi


Komplesi Zona Tunggal (Single Completion)
1. Komplesi tanpa tubing (tubingles completion).
2. Komplesi tubing tergantung (open ended tubing completion).
3. Komplesi tubing dengan packer.

Tipe - Tipe Komplesi Zona Banyak (Multiple Completion)
1.Komplesi dengan produksi zona bergilir
2.Komplesi dengan string tunggal – packer tunggal (single string – single packer)
3.Komplesi dengan string tunggal – packer ganda (single string – dual packer)
4.Paralel string – Multiple Packer

http://search.conduit.com/ResultsExt.aspx?ctid=CT2369362&SearchSource=2&q=tipe-penyelesaian-sumur-berdasarkan+zona+produksi